Nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mencapai Rp14.050 per US$1 memang tak lepas dari fenomena ekonomi global dan devaluasi mata uang yuan, namun pemerintah juga harus melihat kinerja tim ekonomi dalam negeri.
Devaluasi yuan tersebut, menurut David Sumual selaku ekonom Bank Central Asia, mengakibatkan terjadinya perubahan struktural (tectonic shift) dalam pasar finansial global. Rupiah pun terpengaruh oleh perubahan ini.
"Sejak dua minggu lalu, mata uang global melemah semua terhadap dolar Amerika," kata David kepada wartawan BBC Indonesia, Isyana Artharini.
Dari sektor domestik, pelemahan ini juga disebabkan oleh isu-isu ekonomi yang relatif masih sama, yaitu bagaimana pemerintah mempercepat belanja agar infrastruktur mulai dibangun dan meyakinkan investor untuk melakukan investasi langsung.
Sayangnya, upaya melakukan investasi langsung ini terhambat oleh sentimen pasar yang masih negatif terhadap Indonesia.
David juga melihat potensi perekonomian Indonesia sebenarnya masih bagus, namun hal itu bergantung pada kemampuan pemerintah menjaga stabilitas harga pangan dan menghilangkan isu-isu yang mengganggu stabilitas tersebut.
"Sekarang kan harga daging tiba-tiba naik, isunya kadang mau impor kadang enggak, kadang bilang suplai cukup, kadang kita bilang kekurangan pasokan. Ketersediaan datanya kadang kita suka bingung nih, yang benar yang mana," tambah David.
Meski begitu, menurut David, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih salah satu yang tertinggi di Asia setelah Cina, Filipina, dan India.
Ada negara-negara lain yang mengalami situasi lebih parah dari Indonesia, namun negara-negara yang melakukan reformasi struktural, kondisinya relatif lebih baik.
"India berhasil melakukan reformasi struktural sehingga meski mata uangnya masih lemah, tapi pelemahannya tidak sedrastis mata uang yang lain," ujar David.
Perombakan kabinet adalah upaya untuk melakukan perubahan struktural tersebut meski butuh waktu untuk melihat hasilnya.
Di sisi lain, menurut David, pemerintah dan otoritas juga harus menyiapkan rencana darurat untuk menghadapi kemungkinan terburuk, terutama dari sisi stabilitas harga pangan, mempercepat belanja infrastruktur, dan meyakinkan investor.
"Bukan saran-saran baru, sudah lama diminta tapi kelihatan pemerintah masih perlu mempercepat lagi," kata David.
Pemerintah juga harus menentukan langkah yang hendak diambil agar nilai tukar ke depan lebih stabil.
Dalam pidatonya di sidang umum MPR/DPR, Presiden Jokowi menargetkan kurs rupiah terhadap dolar Rp13.400 pada awal 2016. Menanggapi target ini, David mengatakan, angka ini masih sulit untuk dicapai karena kondisi-kondisi fundamentalnya yang masih lemah.
"Bank Indonesia beberapa kebijakan sudah ada, tapi pemerintah gimana?" kata David.
Kondisi Darurat
Sementara itu, pengamat mata uang Farial Anwar mengatakan bahwa meski ada faktor eksternal yang bermain seperti spekulasi kenaikan suku bunga di AS dan devaluasi yuan, namun kurs rupiah yang sudah mencapai Rp14.050 harus dilihat sebagai kondisi darurat.
"Ini level rupiah sudah oversold, undersell. Sudah tidak ada pembenaran yang menyebutkan kurs rupiah ini bagus untuk perekonomian Indonesia. Sudah tidak ada lagi hubungannya dengan fundamental ekonomi. Sudah lebih banyak diguncang oleh permainan spekulator. Apakah kejatuhan saham ini masih akan berhenti atau terus berlanjut? Ini jadi pertanyaan besar," kata Farial pada BBC Indonesia.
Yang terjadi saat ini menurutnya adalah hot money yang masuk ke Indonesia sedang melakukan aksi jual sehingga IHSG jatuh tajam, dari tertinggi 5523 di bulan April, sampai menembus 4300.
Rupiah yang diperoleh dari aksi penjualan ini dibelikan dolar sehingga ada permintaan tinggi terhadap dolar dan nilai tukar sampai menembus Rp14.050.
Selain itu, meski Bank Indonesia sudah menerapkan peraturan yang mewajibkan transaksi dalam negeri untuk menggunakan rupiah namun peraturan itu belum berjalan efektif.
Maka ada transaksi-transaksi dolar yang tidak ada kaitannya dengan luar negeri, seperti di industri migas, listrik, pertambangan, sewa mal, perkantoran, dan biaya konsultan yang menambah permintaan pada dolar.
Farial juga memuji langkah Bank Indonesia yang menurunkan pembatasan pembelian dolar, dari maksimal US$100 ribu per bulan menjadi maksimal US$25 ribu per bulan dengan harapan bisa menekan permintaan terhadap dolar.
Namun, menurutnya, Bank Indonesia harus terus melakukan kebijakan kontrol ketat atas transaksi-transaksi dolar di pasar valuta asing selain juga melakukan pengendalian melalui intervensi dengan menggunakan cadangan devisa.
"Jangan dianggap ini hal yang biasa yang boleh dibiarkan terus terjadi," kata Farial.
Ia berharap pemerintah bekerja bersama dengan Bank Indonesia untuk melakukan sinkronisasi antara sektor fiskal dengan moneter terutama dalam mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Presiden
Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (24/8/2015) mengakui, perlambatan ekonomi tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga negara-negara tetangga.
Menurutnya, beberapa penyebabnya perlambatan ekonomi adalah depresiasi yuan dan jadi-tidaknya rencana kenaikan suku bunga di AS.
"Kita antisipasi bersama. Semuanya harus mempunyai pemikiran yang sama dan kepatuhan terhadap garis yang nanti akan kita sampaikan, apa yang harus kita lakukan. Jangan sampai kita sudah memberikan garis, nanti masih ada yang di luar garis," kata Presiden pada wartawan.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga sebelumnya mengatakan akan mencegah mengalirnya dana dari Sertifikat Berharga Negara dengan mendorong pasar sekunder.
Dari sisi pergerakan saham dan rupiah, Bambang melihatnya sebagai tindakan irasional untuk mencari safe haven sementara, dan dolar Amerika dilihat sebagai opsi teraman.(bbc)